Abu Dabi (akhirnya saya ke kota yang beberapa kali saya transit)
Negara ke-22
Alhamdulilah, puji syukur kepada Allah SWT bahwa saya mengalami masuk ke Negara ke 22, yaitu Abu Dabi. Abu Dabi, kota yang terkenal sebagai kota transit pada saat mau ke Eropa, baik naik Garuda (pada saat tahun 90an dan awal 2000-an untuk ke Paris/London dan Amsterdam dan juga menggunakan airline lainnya. Abu Dabi juga merupakan pusatnya flag carrier Uni Emirate Arab yaitu Etihad.
Saat sekarang dengan Dubai yang juga kota transit pada saat ke luar negeri dengan airline yang terkenal Emirates (kalau tidak salah salah satu sponsor sepak bla terkenal di Inggris, kang tulisan emirates banyak bisa di baca di kaos orang di jalan)
Pada saat di kedua airport Abu Dabi dan Dubai memang sudah terasa bahwa Negara ingin menjadi hub seperti halnya Singapore. Akan tetapi saya belum penah masuk ke Negara ini sampai dengan tanggal 15 Februari 2014 ini.
Kesan pertama keluar imigrasi, adalah mulai banyak melihat pegawai airport yang bukan orang Middle East, dan mulai melihat wajah Filipin, walau untuk pengawasan imigrasi masih orang UEA. Kemudian, pada saat penggambilan bagasi, amats angat singkat. Keluar langsung ambil tas, semoga ini adalah “by design”.
Kemudian, oleh host kita diajak ke Dubai yang ternyata hanya 2 jam dari Abu Dabi untuk melihat mall terbesar dan tower tertinggu Bhuruj Kalifa yang mencapai 600 meter tingginya. Bila diasumsikan kecepatan 100 km/ jam, maka jarak tersebut kurang lebih 200 km dan kita masuk ke kota HUB kedua di Negara UEA. (kata anak saya, kalau tower ini terpasang di Jakarta, maka dari Bogor akan kelihatan, karena Bogor ketinggian diatas permukaan laut adalah 300 meter)
Hampir sepanjang jalan, kanan kiri jalan seperti diberi pagar, dan saya lupa bertanya ke orang di Abu Dabi kenapa? Begitu 2 jam masuk ke mall dan langsung ke tingkat 124 dengan hanya perlu 4 menit, jadi kalau satu tingkat adalah 3 meter, maka naik setinggi 124×3 (372 meter) hanya perlu waktu 4 menit. Waooo amazing lift-nya ini. Ini gambar yang dari dalam Mall.
Untuk masuk tiketnya kl 500 ribu dan ini harus dibeli beberapa waktu sebelumnya dan kalau mendadak kl 1 Juta rupiah. Apa yang terlihat dari atas, yang seperti ini.
Di padang pasir yang flat (datar) bermunculan tiang-tiang (baca gedung-gedung) dan bahkan kalau ada FOG maka pemandangan dari atas seperti ini (foto di Koran local di tgl 16 Feb 2014).
Untuk apa Abu Dabi/Dubai melakukan seperti ini?
Berdasarkan informasi ngobrol (maaf belum sempat tanya mbak google), katanya pendapatan Negara UEA dari minyak hanya (baca – hanya) kl 4% sehingga negara ini harus maju, lha kok bisa menjadi magnet yang luar biasa?
DI Abu Dabi sudah menjadi industry kl 500 perusahaan asing disini, apa saja ada; Kemudian kita masuk mall, apa saja juga ada; pizza hut, Mc Donal, KFC. DI mall bahkan merek yang saya tidak kenal juga ada (oh ya, saya sudah pernah ke mall di Paris, London, Singapore, DC, LA).
Lha hidupnya dari mana? Ternyata pendapatan turis (katanya) 20% , industry (bisnis) 30%, ada pertanian dll. Bagaimana model bisnisnya? Ini yang menarik, dengan turis 1 jutaan yang masuk, kemudian dengan penduduk Abu Dabi yang 1,8 juta da Dubai kl 2 Jutaan ternyata penduduk asli hanya (hanya) kl 18% sisanya dari luar negeri (yang paling Indian Muslim sampai dengan 30%) .
Ternyata diperoleh info bahwa Dubai dan Abu Dabi ini bersaing, paling tidak pada saat INSEAD mencari tempat kampusnya akhirnya memilih Abu Dabi, karena gedungnya diberi gratis. Ternyata juga Singapore memberikan tanahnya untuk INSEAD di Singpore. Terlihat bahwa kebijakan ini dilakukan untuk mengundang para investor. INSEAD yang merupakan executive development yang (salah satu) terbaik di dunia mendapat tempat ini (setelah mereka mendapatkan tawaran dari Dubai dan dari Tokyo, Hongkong, KL).
Kata seseorang, UEA ini mencontek apa yang dilakukan Singapore.
3 Hari saya mendapatkan kesempatan belajar di INSEAD karena mengantar temen-temen terpilih untuk pendidikan disana, sungguh sangat membuat saya bersyukur.